Potret
Keselamatan Transportasi Jalan di Indonesia
Keselamatan dalam bidang
transportasi jalan di Indonesia merupakan barang langka. Kecelakaan, sebagai
salah satu indikator keselamatan, merupakan hal yang lumrah terjadi di negara
ini. Penyebabnya beragam, mulai dari kondisi jalan beserta fasilitas dan
perlengkapan yang belum standar, penegakkan hukum yang kurang tegas, sampai
dengan perilaku pengguna jalan yang tidak tertib.
Supriyadi (katigaku.com)
mengatakan, “Ketika saya pergi ke China,
seorang rekan saya dari China yang pernah ke Indonesia berkata “Jika Anda bisa berkendara di Indonesia maka
Anda bisa berkendara di mana pun di dunia ini”. Saya pikir, ada benarnya
juga apa yang dia bilang memang karena berkendara di Indonesia perlu kesabaran
yang ekstra untuk bisa sampai dengan selamat di tempat tujuan. Kita tidak hanya
dituntut untuk memperhatikan jalan-jalan yang rusak tapi kita juga harus banyak
mengelus dada untuk perilaku tidak aman dari sesama pengendara.”[1]
Peraturan yang sudah baik
tidak akan berlaku apabila tidak ada keinginan dari para pengguna jalan untuk mematuhinya.
Kampanye untuk tertib berlalu lintas, belakangan ini gencar dilakukan oleh
KORLANTAS POLRI, sasarannya adalah para pengguna jalan. Namun, faktanya,
pelanggaran lalu lintas di Indonesia masih tergolong tinggi.
Apa
yang dimaksud teknik komunikasi massa?
Teknik dapat diartikan
sebagai cara atau metode. Komunikasi merupakan proses pengoperasian
lambang-lambang yang sengaja dikirimkan seseorang kepada orang lain untuk
mendapatkan tanggapan, baik secara verbal maupun non-verbal. Massa adalah
sekumpulan orang yang memiliki karakteristik dan waktu tertentu. Sehingga, Teknik
Komunikasi Massa dapat diartikan sebagai metode menyampaikan lambang-lambang
baik secara verbal maupun non-verbal kepada sekumpulan orang untuk mendapatkan
tanggapan dari massa yang ada.
Bagaimana
peran teknik komunikasi massa dalam kampanye keselamatan jalan?
Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan
kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan
untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.[2] Secara umum, bentuk
kampanye adalah dilakukan dengan slogan-slogan, pembicaraan, barang cetakan,
penyiaran barang rekaman berbentu gambar dan suara, dan simbol-simbol.[3]
Dalam bidang keselamatan transportasi jalan, teknik komunikasi massa digunakan
dalam rangka merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kampanye keselamatan.
Dalam tahap perencanaan, yang
harus dilakukan adalah mempelajarai karakteristik massa dan lingkungannya untuk
mengetahui tingkat pemahaman target massa tentang keselamatan jalan. Hal tersebut
berguna untuk menentukan materi kampanye dan media yang akan digunakan untuk
memperbaiki tingkat pengetahuan massa saat itu. Selanjutnya adalah merencanakan
metode untuk mengumpulkan dan menghibur massa, dan yang paling penting adalah
menyusun urutan kegiatan.
Tahap pelaksanaan merupakan tahap
eksekusi terhadap rencana yang telah dibuat. Dalam tahap inilah kemampuan
seorang komunikator diuji, yaitu tentang bagaimana cara menarik perhatian
massa, bagaimana cara menghadapi massa yang heterogen dan homogen, bagaimana
cara menyampaikan materi kampanye, bagaimana cara memberikan hiburan kepada
massa, dan bagaimana mengendalikan situasi di luar perencanaan.
Tahap evaluasi merupakan
tahap untuk mengukur seberapa besar tingkat keberhasilan kegiatan kampanye yang
dilakukan. Hal-hal yang diperhatikan adalah kesesuaian rencana dan pelaksanaan,
baik dari segi waktu, penggunaan media, dan materi yang disampaikan. Target
kampanye adalah meningkatkan pengetahuan massa, maka hal tersebut juga wajib
diukur untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah dilaksanakan kegiatan
kampanye.
Kesimpulan
Dalam melakukan kampanye
keselamatan transportasi jalan, ilmu teknik komunikasi massa sangat diperlukan
untuk menunjang keberhasilan kampanye dalam rangka memberikan penyuluhan kepada
masyarakat tentang keselamatan transportasi jalan, khususnya tentang peraturan
dan tata tertib dalam berlalu lintas di jalan, sehingga masyarakat dapat
membiasakan diri dengan perilaku yang benar, bukan membenarkan perilaku yang menjadi
kebiasaan (baca: melanggar peraturan lalu lintas).